RADAR BOGOR – Kejahatan siber (cybercrime) ransomware dari grup Lockbit bukan hal baru di kalangan peretas (hacker).
Serangan ganas itu sempat membuat negara-negara maju kelimpungan.
Sebut saja Amerika, Inggris, dan Jepang. Namun, negara-negara tersebut berhasil melakukan ‘serangan balik’ dan menyita infrastruktur LockBit.
Ketua Cyberity, Arif Kurniawan mengungkapkan ransomware ganas itu bukan barang baru di kalangan praktisi keamanan siber.
Ransomware tersebut dikembangkan Dmitry Yuryevich Khoroshev, warga negara Rusia, yang sejak 7 Mei lalu ditetapkan sebagai hacker paling dicari di dunia.
Pria kelahiran 1993 itu kini tengah diburu oleh banyak negara.
Peretas dengan nama alias LockBitSupp itu masuk daftar pencarian orang (DPO) Departemen Kehakiman Amerika Serikat (US Department of Justice/DoJ).
Dmitry diseret ke pengadilan karena ulahnya tersebut. Sejak awal 2020, Dmitry produktif melakukan serangan siber.
Korban ransomware LockBit ada 2.500 lebih di seluruh dunia, bahkan 1.800 ada di Amerika Serikat.
Departemen Luar Negeri AS pun menawarkan hadiah USD 10 juta bagi siapa saja yang memiliki informasi yang mengarah pada penangkapan Dmitry.
Namun, hingga sekarang belum ada informasi terkait keberadaan Dmitry.
Meski begitu, banyak informasi yang menyebut bahwa Dmitry diduga berada di Rusia, negara asalnya.
Arif mengungkapkan LockBit harus dilihat sebagai sebuah entitas usaha.
Dimana, kejahatan siber ransomware adalah produk usahanya.
Ibarat seorang penculik, LockBit memang meminta tebusan sebagai imbalan.
Tanpa tebusan, maka ransomware yang mengunci akses pengguna file, sistem atau jaringan komputer tidak akan bisa dipulihkan.
Aksi grup LockBit membuat banyak negara yang menjadi korban tidak bisa berbuat banyak.
Namun, Arif menyebut, bukan berarti kejahatan LockBit tidak bisa dihentikan.
Berkaca pada Taskforce ‘Operation Cronos’, LockBit berhasil diserang balik.
Bahkan, infrastruktur LockBit berhasil disita, sehingga diperoleh lebih banyak kunci dekripsi untuk memulihkan sistem tanpa harus membayar tebusan.
Operasi gabungan itu melibatkan aparat penegak hukum dari 10 negara.
Yakni Jerman, Prancis, Belanda, Australia, Kanada, Swedia Jepang, Amerika Serikat hingga Inggris.
Kepolisian di masing-masing negara-negara yang menjadi korban ransomware LockBit tersebut bekerjasama melakukan operasi perlawanan besar-besaran terhadap grup cybercrime tersebut.
”Memang tidak bisa sembarangan untuk melakukan serangan kepada LockBit jika tidak punya metodologi dan keahlian,” ujar pria yang tergabung dalam komunitas hacker putih tersebut.
Arif menambahkan, LockBit saat ini telah memiliki banyak ‘cabang’.
Cabang-cabang tersebut seperti mitra dagang yang direkrut lewat screening ketat.
”Perputaran uang (LockBit) di tahun 2021 itu sekitar USD 500 juta (sekitar Rp 8,2 triliun). Mereka entitas yang sangat besar sekali,” imbuh pria yang akrab disapa Bang Aip tersebut.
Dia menambahkan, LockBit memang membuka ruang negosiasi kepada para korbannya.
Namun, negosiasi itu tidak serta merta dapat mengetahui keberadaan LockBit, dan tidak bisa menghentikan kejahatan siber yang dilakukan. (tyo)
Sumber:
- https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara
- https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara?page=2
- https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara?page=3
- https://web.archive.org/web/20240629130044/https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara
- https://web.archive.org/web/20240629130325/https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara?page=2
- https://web.archive.org/web/20240629130529/https://radarbogor.jawapos.com/nasional/2474805073/lebih-dari-2500-korban-lawan-kejahatan-siber-ransomware-perlu-operasi-gabungan-lintas-negara?page=3